Hi friends! Sudah lama sejak artikel terakhir yang saya tulis. Beberapa bulan terakhir penuh dengan rasa antusias, ketidakpastian, dan banyak hal lainnya. Kini sudah hampir delapan bulan saya menjalani studi PhD dan sekitar sembilan bulan tinggal di Auckland sebagai mahasiswi internasional. Tidak terasa tahun pertama sudah hampir selesai. Jadi, bagaimana kehidupan saya sebagai mahasiswi internasional di Selandia Baru sejauh ini? Yuk, berlayar bersama kisah saya di Auckland.
Tahun Pertama sebagai Mahasiswi Internasional
Bulan-Bulan Pertama di Negara Baru
Bagi yang belum mengenal saya: Halo! saya Rianita, tapi banyak orang memanggil saya Tata, dari Indonesia. Saat ini tinggal di Selandia Baru untuk menempuh studi doktoral bidang pendidikan di the University of Auckland. Saya tiba di sini pada akhir musim gugur, disambut dengan langit biru cerah yang kontras dengan gugurnya dedaunan cokelat keemasan. Udaranya segar dan cukup dingin.

Sharing apartemen bersama dua mahasiswi Indonesia lainnya menjadi pilihan saya di tahun pertama ini. Kamarnya tidak luas. Hanya ada sebuah single bed, lemari dan meja-kursi belajar. Biaya sewanya yang buat sakit kepala, sekitar 200NZ$ per minggu atau sekitar 2 juta rupiah! (note: 1 NZ$ sekitar 10 ribu rupiah). Itu belum termasuk biaya listrik dan internet 😭. Apakah hidup di Auckland semahal itu?
Jujur, iya! Di minggu-minggu awal saya hampir selalu mengkonversi NZ$ ke rupiah, hal yang membuat jantung berdebar lebih kencang saat membeli sesuatu 😂. Misalnya, harga satu kilogram beras antara 2–4 dolar atau sekitar 20–40 ribu rupiah dan alpukat sekitar satu dolar atau sekitar 10 ribu rupiah per buah. Apalagi harga makan di luar yang harus mengeluarkan biaya sekitar 10-20 dolar, artinya minimal hampir 100 ribu rupiah. Akhirnya, saya berhenti mengkonversi mata uang saat berbelanja.
Okay, cukup tentang biaya hidup yang ‘wow’ di Auckland. Yuk, ngobrol tentang pilihan transportasi. Selama tinggal di Auckland, pilihan transportasi saya berubah. Di Indonesia, saya terbiasa naik ojek online. Di Auckland, saya lebih sering berjalan kaki. Awalnya hanya sekitar satu kilometer, tapi sekarang saya bisa berjalan lebih dari tiga kilometer! Kalau terlalu jauh, ada bus, kereta, dan kapal. Ada juga Uber dan skuter listrik. Tinggal pilih sesuai kebutuhan.
Apabila kalian tertarik untuk membaca lebih banyak tentang tinggal di apartemen, berbelanja, dan juga transportasi selama saya di Auckland, berikan komentar pada artikel ini, ya!
Keluarga Bukan Hanya yang Sedarah
Saya berterima kasih kepada flatmate atau teman sharing apartement, Ayes dan Marsha, yang sudah mencarikan tempat tinggal dan membantu saya menyesuaikan diri di sini. Dari obrolan acak di grup WhatsApp (padahal tinggal di apartemen yang sama), merencanakan jalan-jalan (seringnya berakhir tidak sesuai rencana), sampai berburu restoran halal di Auckland. Terima kasih juga atas kejutan ulang tahun tengah malamnya! Lalu ada Kak Prima dan Thu, sesama pejuang PhD. We can do it, girls! Sekarang, saya bisa menyebut mereka semua sebagai my family di sini.
Saya menemukan keluarga jauh dari tanah air Indonesia. Tapi, terima kasih terbesar tetap untuk orang-orang tersayang di rumah: mamah, Bang Kiki, Bang Rendi, papah, dan yang lainnya. Walaupun terpisah jarak, komunikasi tetap terjaga lewat chat dan telepon hampir setiap hari. Terima kasih atas dukungan, kepercayaan, dan pengertian kalian. I love you all! Semoga suatu hari nanti mereka bisa datang ke Auckland.
Saya yakin mamah akan sangat menyukai alam di sini, karena mamah suka sekali dengan bunga, dan di sini terdapat berbagai macam bunga yang indah. Keponakan-keponakan saya: Kenzie, Tisha dan Gazi juga pasti menyukai Auckland. Mereka suka bermain di playground, dan Auckland punya banyak sekali playground dengan berbagai tema untuk anak-anak (dewasa juga, sih).

Update Akademik sebagai Mahasiswi Internasional
Kehidupan sebagai Mahasiswi PhD
Sebagai mahasiswa PhD, saya tidak punya banyak mata kuliah wajib kecuali Academic Integrity dan Writing Research Report. Yang pertama adalah tentang integritas akademik. Kamu bisa baca lebih lengkap di pada artikel Embracing Academic Integrity: Lessons from my first PhD Course. Yang kedua tentang penulisan akademik.
Berdasarkan hasil tes bahasa Inggris (sebagai syarat mahasiswa internasional), saya perlu meningkatkan kemampuan writing (menulis) dan listening (mendengar). Mendengarkan bisa dilatih dengan radio atau ikut kegiatan bersama warga lokal. Sedangkan untuk menulis, mata kuliah ini sangat membantu meningkatkan keterampilan teknis dan berpikir kritis. Terima kasih kepada Ian Fookes, dosen pengampu mata kuliah Writing Research Report. He is smart, funny, and a good story teller. Thank you juga untuk nilai akhir yang sangat memuaskan!
Hal menarik lainnya, sebagai mahasiswi PhD, saya mendapat meja kerja khusus di sebuah ruangan dengan mahasiswa PhD lainnya. Meja kerja yang sangat jarang saya kunjungi. Sorry. Tapi, tempat favorit saya adalah kamar di apartemen atau perpustakaan. Kadang saya belajar di luar ruangan saat cuacanya bagus. Saya berencana untuk lebih banyak mengeksplorasi tempat belajar, termasuk menggunakan meja di kantor (gak yakin sih).


Update Penelitian
Penelitian adalah fokus utama sebagai mahasiswi PhD. Perjalanan risetku tidak semulus proses adaptasi pribadi. Awalnya saya sempat ragu, bahkan mengganti topik penelitian pada pertemuan ketiga dengan supervisor. Saya kesulitan mengembangkan ide riset. Saya juga menemukan tantangan dalam mengasah menulis dengan kritis. Alhamdulillah, mata kuliah penulisan akademik sangat membantu, begitu juga kedua supervisor saya, Marek dan Kiri.
Di akhir tahun pertama nanti, saya harus menyerahkan dua dokumen: proposal riset dan tulisan akademik lainnya (seperti kajian pustaka), masing-masing maksimal 5.000 kata. Saat ini, saya sedang menulis pendahuluan dan metodologi penelitian, mencoba merajut teori, analisis, dan personal experiences. Salah satu supervisor berkata: “Buatlah risetmu hidup melalui cerita. Ini bukan hanya tentang apa yang kamu katakan, tapi bagaimana kamu mengatakannya.”
Penutup
Akhirnya, tahun pertama sebagai mahasiswa internasional di Auckland sejauh ini terasa seru sekaligus penuh tantangan. Saya tahu tantangan lain masih menunggu di depan. Tapi yang bisa saya lakukan hanyalah berusaha sebaik mungkin dan berdoa, bukan?
Apakah kalian memiliki pengalaman menarik sebagai mahasiswa internasional? Apa kenangan paling berkesan bagimu? Finallt, topik apa yang ingin kalian baca di artikel berikutnya? Berikan komentar, ya! Terima kasih sudah membaca dan sampai jumpa di tulisan selanjutnya!
Auckland, 26 January 2025.
Have a great time in Auckland, Tata.
Thank you, pak 🙂
Proud of you ta.. how about another vlog with mate?
Thank you for visiting my blog! I will make one soon, Insha Allah. Any request for a vlog? hehe
What are the main challenges Rianita faces as an international student in Auckland, especially in terms of cultural adjustment and financial management?
Hi! Thank you for visiting my blog. I am sorry it took so long to reply. I think I need two separate articles to answer your questions in detail😅
However, for cultural adjustment, one of the challenges is straightforward communication. In Indonesia, it is common for roundabout communication, which we called that as ‘basa-basi’- sometimes to show politeness and friendliness. In Auckland, I found the straightforward one is more preferred.
As for the challenge in financial management is related to accommodation. Rent in Auckland is weekly, not monthly. I need to manage it in weekly budgeting, while electricity, internet and other utilities are monthly. In addition, my scholarship is quarterly. So, it is quite confusing in the beginning.
I hope this can give a bit of information. You are welcome for more questions. Thank you.