Selama pandemi COVID-19, pemerintah memberhentikan sementara pembelajaran tatap muka dalam rangka membatasi penyebaran pandemi COVID-19.
Setelah lebih dari satu tahun, euforia muncul ketika Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Makarim, mengumumkan kemungkinan KBM tatap muka untuk tahun ajaran 2021-2022.
Namun, euforia tersebut tidak bertahan lama. Kembali melonjaknya kasus COVID-19 di Indonesia, menyebabkan kebijakan terhadap kegiatan pembelajaran dikaji ulang. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung keputusan untuk menunda pembelajaran tatap muka di sekolah.
Komisioner KPAI, Retno Listyarti (Prasetya, 2021) menegaskan bahwa pemenuhan hak sehat dan hidup anak Indonesia telah tertulis dalam Konvensi Hak Anak. Urgensi untuk menjaga keselamatan anak harus lebih diutamakan.
Walaupun dasar penundaan sudah jelas, kekhawatiran terhadap terjadinya learning loss menjadi satu dari berbagai isu pendidikan yang menjadi perhatian guru, orang tua, dan masyarakat pada umumnya.
Definisi & Penyebab Learning Loss
The Glossary of Education Reform (2013) mendefinisikan learning loss sebagai hilangnya pengetahuan atau keterampilan tertentu, seringkali juga mengacu pada kemunduran akademik, yang umumnya terjadi karena adanya perpanjangan jeda atau diskontinuitas dalam pendidikan peserta didik.
Walaupun seringkali istilah tersebut mengacu pada kemampuan akademik peserta didik, Dr. Rachel Gabriel (Strauss, 2021) menyatakan bahwa kita tidak dapat mengerucutkan learning loss menjadi ‘loss of learning’ atau hilangnya pembelajaran, melainkan hilangnya target masa depan, ide, atau gagasan yang dibayangkan sebelumnya.
Berdasarkan pendapat tersebut, kita dapat mendefinisikan learning loss sebagai penurunan pengetahuan atau keterampilan yang telah dimiliki peserta didik, sehingga akhirnya kompetensi peserta didik tidak sesuai dengan harapan yang telah ditetapkan.
Learning loss dapat terjadi pada berbagai situasi, antara lain putus sekolah, cuti kuliah, siswa atau mahasiswa tingkat akhir, pembelajaran yang tidak efektif, bahkan dapat terjadi selama libur sekolah.
Putus Sekolah dan Pembelajaran Tidak Efektif
Kita telah membahas sebelumnya bahwa putus sekolah dan pembelajaran yang tidak efektif dapat berpengaruh terhadap learning loss. Hal tersebut tercermin pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Dampak COVID-19 terhadap Pembelajaran
Angka putus sekolah diduga berkaitan dengan permasalahan ekonomi yang berdampak pada ketersediaan fasilitas untuk melaksanakan pembelajaran di rumah. Misalnya, ketersediaan smartphone, laptop, dan internet yang memadai.
Putus sekolah menyebabkan peserta didik kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendidikan formal dari sekolah, membatasi kesempatan mereka untuk mengembangkan potensinya.
Pada jangka panjang, dikhawatirkan apa yang telah mereka pelajari akan mulai terlupakan, sehingga pengetahuan dan keterampilan mereka pada hal tertentu akan menurun.
Bagi peserta didik yang tidak mengalami putus sekolah, umumnya mereka melaksanakan pendidikan formal secara daring. Walaupun fasilitas memadai, peran orang tua dan keluarga di rumah dalam mendukung pembelajaran peserta didik tetap menjadi komponen esensial.
Tantangannya adalah orang tua pun memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan selain membimbing pembelajaran daring peserta didik, sehingga pembelajar daring pun dianggap tidak efektif dan dapat menyebabkan penurunan kompetensi peserta didik, khususnya bagi peserta didik yang mengemban pendidikan usia dini dan pendidikan dasar.
Learning Loss Selama Pandemi COVID-19
Lalu apakah benar penundaan KBM tatap muka akan berdampak terhadap learning loss? Apakah selama pembelajaran daring di masa pandemi COVID-19, memang benar peserta didik kehilangan pengetahuan dan keterampilan tertentu?
Apabila pengetahuan dan keterampilan yang dimaksud mengacu terhadap kompetensi yang tertulis dalam kurikulum sekolah, maka learning loss selama pembelajaran daring sangat mungkin terjadi.
Hal ini disebabkan oleh pembelajaran daring yang mungkin kurang efektif apabila dibandingkan dengan KBM tatap muka. Asumsinya adalah bahwa KBM daring membuat kesempatan belajar dalam konteks sekolah menjadi terbatas.
Misalnya, interaksi dengan guru dan teman, bimbingan kegiatan belajar oleh guru, kegiatan praktik yang hanya dapat dilakukan di sekolah, minim kesempatan untuk mengulas kembali materi yang telah dipelajari, hingga pemanfaatan fasilitas sekolah.
Di lain pihak, apabila mengacu pada pembelajaran secara umum, kita tidak dapat menyatakan bahwa peserta didik mengalami learning loss sepenuhnya. Karena selama masa pandemi, siswa tetap belajar di rumah.
Walaupun mungkin, apa yang dipelajari peserta didik bukan hal yang diperkirakan atau diharapkan oleh guru dan orang tua, bahkan mungkin oleh sebagian peserta didik.
Misalnya, peserta didik belajar untuk disiplin diri dalam mengerjakan tugas, manajemen waktu belajar dan bermain gadget, serta adaptasi dengan perubahan metode belajar.
Hal tersebut tidak terukur atau mungkin tidak tercantum dalam kurikulum sekolah. Seperti yang dikemukakan Iben Disshing Sandahl (2017), hanya karena hal tersebut tidak terukur, buka berarti peserta didik tidak belajar. Mungkin tidak terukur melalui tes terstandarisasi, tapi tetap belajar.
KBM Tatap Muka vs KBM Daring di Masa Pandemi COVID-19
Manusia hakikatnya terus belajar. Kita berada dalam kebimbangan antara pengambilan keputusan belajar daring atau tatap muka. KBM daring dianggap lebih ‘aman’ bagi kesehatan siswa di masa pandemi, walaupun hasil belajar dianggap tidak sebaik yang diharapkan.
Di sisi lain, KBM tatap muka dianggap lebih efektif bagi siswa, serta dapat mengantisipasi dan menanggulangi terjadinya learning loss, walaupun memiliki resiko siswa terpapar COVID-19. Esensinya adalah pembelajaran efektif. Baik KBM daring ataupun tatap muka, diharapkan akan terlaksana dengan efektif.
KBM tatap muka memang kembali ditunda dan kekhawatiran akan learning loss memang merupakan hal yang wajar. Namun, kekhawatiran tersebut tidak dapat menjadi alasan bagi pendidik untuk tidak berusaha memberikan pembelajaran yang efektif bagi peserta didik. Hal ini tidak pula dijadikan alasan bagi peserta didik untuk tidak mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
Learning loss esensinya terjadi bukanlah karena pandemi COVID-19, bukan pula karena pembelajaran dilaksanakan secara daring. Walaupun indirectly terjadinya pandemi COVID-19 berperan terhadap hal tersebut. Namun, learning loss terjadi karena proses pembelajaran yang dilaksanakan belum cukup efektif dalam memberikan kesempatan bagi peserta didik dan pendidik untuk mengembangkan potensi mereka. Ini menjadi hal yang esensial. Pertanyaan yang harus kita tanyakan adalah “Bagaimana kita berusaha agar pembelajaran di masa pandemi COVID-19, baik tatap muka ataupun daring, tetap berjalan secara efektif?”
REFERENSI
- Prasetya, Eko. (2021). KPAI: Pemerintah Harus Tunda PTM Terbatas pada Tahun Ajaran Baru. merdeka.com, Kamis, 8 Juli 2021, 03.06. Tersedia: https://www.merdeka.com/peristiwa/kpai-pemerintah-harus-tunda-ptm-terbatas-pada-tahun-ajaran-baru.html
- Sandahl, Iben Dissing. (2017). Play The Danish Way. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
- Strauss, Valerie. (2021). What ‘learning loss’ really means. The Washingtong Post: Democracy Dies in Darkness. 11 Maret 2021, 1:54 a.m. GMT +7. Tersedia: https://www.washingtonpost.com/education/2021/03/10/what-learning-loss-really-means/
- The Glossary of Education Reform. (2013). Learning Loss. Tersedia: https://www.edglossary.org/learning-loss/
0 Comments