Review Buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat - kamu selalu memiliki pilihan atas tindakan yang kamu ambil

Non-Fiksi, Pengembangan Diri | Mark Manson | 2020 | PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Di era digital kini, sangat mudah bagi kita untuk membandingkan diri dengan orang lain, baik itu prestasi, apa yang dimiliki, dan hal-hal lainnya. Sangat mungkin juga bagi kita merasa khawatir dengan pandangan orang lain. Buku “Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat'' mengajarkan kita untuk bersikap lebih ‘cuek’ dan fokus pada hal yang esensial saja.

RINGKASAN BUKU

Buku “Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat'' (terj.) ditulis oleh Mark Manson, seorang blogger ternama dari New York dan terbit pertama kali pada tahun 2016. Ini adalah buku pertama yang ditulis olehnya. Buku yang berjudul asli “The Subtle Art of Not Giving A F*ck” ini terpilih menjadi buku paling laris menurut New York Times dan Globe and Mail, terjual hingga jutaan buku dalam berbagai bahasa.

Judul yang menarik mungkin menjadi satu dari berbagai alasan pembaca tertarik dengan buku ini. Ketika banyak buku menyatakan untuk lebih peduli dengan sekitar, Mark menganjurkan kita untuk bersikap bodo amat.

Tapi, seperti peribahasa “don’t judge a book by its cover”, masa  bodo atau modo amat yang dimaksud Mark bukan bermaksud mendorong kita bersikap acuh dengan lingkungan sekitar, melainkan meminta kita untuk menentukan prioritas yang harus dipedulikan.

Fokus pada banyak hal cenderung akan membuat kita kesulitan menentukan prioritas utama, sehingga ada kemungkinan melalaikan hal yang esensial.

ANALISIS TEMA

#1 Kita selalu memiliki pilihan 

Manusia adalah makhluk otonom, memiliki pilihan, mampu memilih secara bebas, dan bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Konsep ini bukanlah hal yang baru, terutama dalam kajian filsafat manusia dan psikologi.

Pemikiran Mark sejalan dengan konsep tersebut. Mark menyatakan bahwa manusia memang memiliki pilihan dalam hidupnya. Pilihan ini ada yang direct, artinya kita memilihnya secara langsung.

Namun, ada pula yang indirect, yaitu bukan kita yang memilih pada awalnya, melainkan respon kita terhadap peristiwa / hal tersebut yang merupakan pilihan kita. 

Kita mungkin tidak dapat memilih apa yang terjadi terhadap kita, pada konteks tertentu, misalnya mengalami kecelakaan. Kita telah berhati-hati, tapi ada kalanya tetap kita alami.

Kecelakaan bukan pilihan kita, tapi respon terhadap kecelakaan yang dialami menjadi pilihan kita. Misalnya, apakah kita akan marah, putus asa, atau lebih berhati-hati lain kali.

Situasi lainnya adalah ketika kita merasa marah atau kecewa. Emosi bagian dari sifat manusia. Wajar bagi kita marah atau kecewa. Tapi, respon kita terhadap peristiwa tersebut merupakan pilihan kita.

Apakah ketika marah kita memukul orang lain? Apakah ketika kecewa kita menyalahkan pihak lain? Apakah kita berusaha mengkomunikasikan perasaan dengan lebih baik?

Kita tidak bisa selalu mengambil kendali terhadap apa yang terjadi pada kita. Namun, kita selalu bisa mengendalikan cara kita menafsirkan segala hal yang menimpa kita, dan cara kita merespons.

Termasuk pada situasi pandemik COVID-19. Kita tidak pernah memilih untuk berada dalam situasi dimana hampir setiap kegiatan kita dibatasi secara fisik, harus menggunakan masker dan hand-sanitizer.

Namun, apakah kita akan menyalahkan berbagai pihak atau berusaha mematuhi aturan untuk membantu penyebaran virus? Apakah kita akhirnya memilih untuk di vaksin atau menolak?

#2 Kata ‘tidak’ ada dalam kamus hidupmu

Belajar melepaskan mungkin menjadi salah satu hal yang sulit bagi setiap orang. Terutama ketika dihadapkan pada pilihan untuk melepaskan satu dari dua hal yang penting bagi kita.

Namun, Mark menyatakan bahwa rela melepaskan pilihan tertentu membuat kita lebih bertanggung jawab pada pilihan lainnya, yaitu pilihan yang tidak kita lepaskan. 

Tindakan memilih sebuah nilai untuk diri Anda sendiri menuntut Anda untuk menolak nilai-nilai dari pilihan lain.

Kita perlu mengatakan tidak pada pilihan yang bukan prioritas. Kata ‘tidak’ bukanlah bermaksud mengekang kebebasan, melainkan membantu kita untuk lebih fokus pada hal yang esensial. 

Pernahkah kalian mengalami kesulitan menyelesaikan banyak hal dalam waktu yang sama? Mungkin ingin mencapai banyak target sekaligus? Ini dapat membuat kita justru tidak berhasil menyelesaikan satupun atau tidak maksimal dalam melaksanakannya.

Menentukan pilihan juga membuat kita lebih menghargai pilihan yang kita ambil. Kata ‘tidak’ memberikan batasan yang justru membebaskan kita melakukan yang terbaik bagi pilihan kita.

Lalu, mana pilihan yang harus mendapatkan ‘ya’ dan mana yang ‘tidak’? Ini berkaitan dengan nilai penting untuk masing-masing individu. Bukan jawaban benar atau salah, bukan pilihan benar atau salah. 

Namun, ucapkan tidak pada pilihan yang tidak bisa kamu pertanggungjawabkan. Ucapkan ‘ya’ pada pilihan yang kamu yakini dapat dipertanggungjawabkan.

Misalnya, sebagai pelajar dihadapkan pada pilihan fokus pada sekolah / kuliah atau ekstrakurikuler. Ini dilema yang seringkali dihadapi oleh pelajar. Fokus hanya pada kegiatan akademik sekolah / kuliah akan membatasi pengalaman sosial yang mungkin diperoleh dari ekstrakurikuler. 

Sebaliknya, fokus hanya pada kegiatan ekstrakurikuler, mungkin akan memberikan tantangan ketika tidak bisa mengelola waktu mengerjakan tugas.

Apakah harus memilih ‘tidak’ pada salah satunya? Mungkin ya, mungkin juga tidak. Apabila bisa mengelola waktu dengan baik dan bertanggung jawab pada keduanya, maka silahkan pilih ‘ya’ untuk keduanya. 

Namun, besar kemungkinan nantinya akan dihadapkan pada pilihan ‘tidak’, seperti kompetisi terkait ekstrakurikuler yang waktunya membuat pelajar meninggalkan pembelajaran kelas terlalu banyak dan mempengaruhi nilainya. Kata ‘tidak’ menjadi bijak diucapkan pada pilihan yang bukan prioritas. 

Kunci untuk kehidupan yang baik bukan tentang memedulikan lebih banyak hal; tapi tentang memedulikan hal yang sederhana saja, halnya peduli tentang apa yang benar dan mendesak dan penting. 

#3 Tidak ada yang sempurna

Kita menyadari bahwa kita tidaklah sempurna ketika melepaskan suatu pilihan. Ini menyadarkan bahwa kita memiliki keterbatasan.

Perasaan merelakan dan kehilangan pasti dialami oleh setiap manusia. Mark menyatakan kita seharusnya memeluk perasaan tersebut, menghadapinya, bukan menghindari.

Rasa sakit dan kehilangan tidak dapat dielakkan dan kita harus belajar untuk berhenti menolaknya.

Kita memang cenderung berusaha untuk menjadi sempurna. Namun, perlu disadari bahwa kita tidak pernah mencapai kesempurnaan.

Hidup yang sempurna bukan lah selalu sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kesedihan kehilangan suatu hal, seperti mengucapkan tidak pada pilihan dan merelakannya, membuat kita lebih menghargai pilihan yang diambil.

Tetap rendah hati dan menyadari diri kita tidaklah sempurna sangatlah penting. Kita bukan satu-satunya yang menghadapi kesulitan ataupun mendapat kebahagiaan. 

Siapa Anda dan apa masalah Anda itu bukanlah sesuatu yang istimewa di mata jutaan orang yang saat ini sedang, sebelumnya telah, maupun esok akan menderita . . . 

Ini tidak bermakna kita menganggap diri kita tidak kompeten karena percaya pada kemampuan diri sangat penting. Tapi, menyadari bahwa diri tidak sempurna membuat kita tetap rendah hati dan tidak lupa diri. 

Karena ketika kita merasa diri kita tidak istimewa, kita akan menerima dan memaafkan diri kita saat melakukan kesalahan.

Introspeksi dan refleksi pada kesalahan yang dilakukan, serta berusaha menjadi lebih baik. Berusaha untuk mendekati kesempurnaan. Ini kunci mencapai keberhasilan diri menurut Mark.

Mereka menjadi luar biasa karena mereka terobsesi dengan perbaikan. Dan obsesi ini berasal dari keyakinan yang tidak pernah salah bahwa mereka, dalam kenyataannya, sama sekali tidak istimewa. 

  #4 Jangan berharap hidup tanpa masalah

Hidup tanpa masalah mungkin menjadi impian banyak orang. Namun, Mark menyatakan dibandingkan berharap untuk hidup terbebas dari masalah, kita seharusnya berharap dan berusaha menyelesaikan masalah yang kita temui. Karena masalah merupakan bagian dari kehidupan manusia.

Berharaplah akan hidup yang penuh dengan masalah-masalah yang baik.

Dalam kehidupan, persepsi dalam memandang suatu masalah sangatlah penting. Kita bisa menganggap masalah sebagai suatu beban atau suatu tantangan.

Ketika kita memandang masalah sebagai suatu beban, kita akan merasa bahwa masalah tersebut membebani hidup, berat untuk dijalani.

Namun, ketika kita menganggapnya sebagai suatu tantangan, kita akan tertantang untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ini merupakan jalan menuju kebahagiaan.

Kebahagiaan datang dari keberhasilan untuk memecahkan masalah.

Jadi, apabila masalah merupakan bagian dari kehidupan dan tidak terhindari, kita harus memilih dengan bijak mana masalah yang layak untuk kita selesaikan. Apabila kita tidak bisa memilih masalah yang kita hadapi, pilihlah respon kita terhadap masalah tersebut.

#5 Jangan kenali diri kita

Hal unik lain yang dituliskan adalah jangan mengenal diri kita. Umumnya, kita akan diminta untuk berusaha mengenal diri kita, tapi Mark menyatakan sebaliknya.

Mark tidak menganjurkan untuk merasa bahwa kita telah mengenal diri seutuhnya. Ini membuat kita akan berhenti mengeksplorasi lebih banyak. Kita akan berhenti mengembangkan diri, tertutup pada kesempatan dan menjadi diri yang lebih baik.

Saya berkata jangan kenali diri Anda. Karena inilah yang akan menjaga Anda untuk tetap berusaha dan mencari. Dan ini akan memaksa Anda untuk tetap rendah hati dalam penilaian Anda dan menerima berbagai perbedaan dari banyak orang.

Kita harus merubah cara kita memandang diri. Sama halnya dengan kesadaran bahwa tidak ada yang sempurna dan kita tidak istimewa, kesadaran bahwa kita belum mengenal diri seutuhnya membimbing kita untuk terus mengembangkan potensi dalam diri. 

Motivasi terkadang menjadi tantangan untuk kita mengembangkan potensi diri. Mark menyatakan jangan menunggu motivasi hadir, tapi jemputlah motivasi tersebut. 

Jika Anda kurang motivasi untuk membuat suatu perubahan dalam hidup Anda, lakukan sesuatu -apapun itu, sungguh -kemudian manfaatkan reaksi dari aksi tersebut sebagai cara untuk mulai memotivasi diri Anda sendiri.

Pengalaman saya ketika menulis artikel untuk blog dan menunggu motivasi untuk mulai menulis, pada akhirnya artikel tidak akan terselesaikan.

Justru ketika saya menulis tanpa adanya motivasi yang kuat pada awalnya, justru artikel tersebut akan tetap terselesaikan. Mengapa begitu? 

Ketika saya tidak termotivasi untuk mulai menulis artikel, saya tulis saja apapun yang muncul dalam pikiran saya. Ini menjadi aksi yang saya miliki. 

Reaksi yang muncul? Beragam. Terkadang saya menjadi fokus menulis setelah beberapa kalimat hingga artikel selesai, bahkan hingga mereviu kembali artikel yang telah ditulis. 

Ada pula reaksi yang membuat saya menutup laptop setelah beberapa kalimat. Ini membimbing kita kembali pada poin bahwa kita memiliki pilihan. Reaksi apa yang muncul dan bagaimana respon kita terhadap hal tersebut.


Overall, buku ‘Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat’ mengajarkan saya bahwa pilihan selalu ada pada diri kita. Apapun pilihan yang diambil kita harus bertanggung jawab pada pilihan tersebut. 

Selain itu, penting untuk fokus pada hal yang memang menjadi prioritas kita dan belajar merelakan hal yang sudah seharusnya kita lepas. Bersikap bodo amat bukanlah menunjukkan ketidakpedulian. 

Namun, menunjukkan bahwa kita memiliki prioritas yang harus diutamakan. Bertolak belakang dari judulnya, buku ini mengajarkan kita mengelola rasa kepedulian, bukan mengabaikannya. 

Rating: 4.5/5

Post a Comment

0 Comments